Rabu, 24 Desember 2014

Hardness Test (Ilmu Pengetahuan Bahan)



III UJI KEKERASAN (HARDNESS TEST)

3.2         Uraian Materi
Kekerasan (hardness) suatu bahan boleh jadi merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena pengujian ini dapat digunakan untuk menguji homogenitas suatu material. Selain itu kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain. Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari kekerasannya tabel 3.1.  Beberapa sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan ditunjukkan pada gambar 3.1. Semakin keras suatu material, maka semakin tinggi kekuatan tariknya (tensile strength ), semakin tinggi pula tingkat kegetasannya (brittleness) dan semakin rendah keuletannya (ductility). Sebaliknya, semakin lunak suatu material, semakin rendah pula tensile strength-nya, semakin turun kegetasannya dan semakin naik keuletannya. Atau dengan kata lain hardness suatu material berbanding lurus dengan strength dan brittleness serta berbanding terbalik dengan ductility.


Istilah kekerasan (hardness) sebenarnya sangat sulit untuk didefinisikan secara tepat, karena setiap bidang ilmu memberikan definisinya sendiri-sendiri sesuai persepsi dan keperluan yang melatar belakangi. Meskipun demikian dalam tinjauan teknik (engineering) yang menyangkut logam, satu definisi yang cukup mewakili menyatakan bahwa kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap indentasi/penetrasi atau abrasi.
Pengujian hardness dilakukan dengan mesin uji hardness yang sketsanya sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3.2.  Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, yaitu :
1.    Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.    Metode Pengujian Kekerasan Vickers
3.    Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
4.    Metode Pengujian Kekerasan Rockwell Superficial
5.    Metode Pengujian Kekerasan Knoop
6.    Metode Pengujian Kekerasan Shore Scleroscope
7.    Metode Pengujian Kekerasan Sonodur
8.    Metode Pinengujian Kekerasan Moh
9.    Metode Pengujian Kekerasan File
Dari kesembilan metode tersebut, hanya tiga saja yang akan dibahas, yaitu Brinell, Vickers dan Rockwell.
3.2.1 Metode Pengujian Kekerasan Brinell
Brinell merupakan metode pengujian kekerasan yang paling tua, meskipun demikian masih banyak digunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Brinell adalah sebagai berikut :
1.    Spesimen harus memenuhi persyaratan :
-       rata dan halus
-       ketebalan minimal 6 mm
-       dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horisontal.
2.    Indentor yang digunakan adalah bola baja yang telah dikeraskan, namun untuk bahan yang sangat keras (sampai 650 BHN) digunakan bola dari karbida tungsten. Jarak antara titik pengujian minimal dua kali diameter tapak indentasi.

3.    Pemakaian beban (P) dan diameter indentor (D) harus memenuhi syarat perbandingan :
P/D2 = k
Dimana k = 30 untuk baja
k = 10 untuk tembaga dan paduannya
k = 5 untuk aluminium dan paduannya.
4.    Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekankan indentor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik (gambar 3.3. a-c). 

5.    Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan BHN (Brinell Hardness Number) yang dihitung berdasarkan diameter indentasi dengan persamaan sebagai berikut :
BHN = 2P/[(pD){D – (D2 –d2)1/2}]...........................................................................( 3.1 )
     Dimana :                      P          = gaya tekan (kg)
           D         = diameter bola indentor (mm)
           d          = diameter indentasi  ([d1+d2]/2) dalam mm
6.    Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 BHN 2,5/150 – 10
     Dimana :                      150      = nilai kekerasan
         BHN   =  metode pengujian Brinell
                                                                         2,5         = diameter indentor (mm)
      150      = gaya pembebanan (kg)
                                                                         10        = waktu pembebanan (detik)
7.    Karena pengukuran dilakukan secara manual, maka memberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat ukur pada obyek dan pembacaan pengukurannya.
3.2.2 Metode Pengujian Kekerasan Vickers
Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hampir sama dengan Brinell, hanya indentor nya saja yang berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut :
1.    Spesimen harus memenuhi persyaratan :
-       Rata dan halus (sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan)
-       Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.
2.    Indentor yang digunakan adalah intan yang berbentuk piramida beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antra dua sisi yang berhadapan 1360  (gambar 3.4).

3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat yang tipis harus digunakan beban yang ringan sehingga tidak terjadi  anvile effect. Anvile effect ini terjadi kalau spesimen uji hardness terlalu tipis, sementara beban pengujian cukup besar sehingga indentor seakan mengindetasi anvile-nya.
4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan indentor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik.
5. Selain dengan HVN atau HV,nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan juga dengan satuan DPH (Vickers Diamond Pyramidal Hardness) yang dihitung berdasarkan panjang diagonal indentasi dengan persamaan sebagai berikut :
DPH = [2P sin (a/2)]/d2................................................................................................(3.2)
Untuk a = 1360
DPH = 1,854P/d2..........................................................................................................(3.3)
Dimana P   = gaya tekan (kg)
d = diagonal indentasi  (mm)
   = (d1+d2)/2
6.  Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH 150/10
          Dimana :          150      = Nilai kekerasan
DPH    = Metode pengujian Vickers
150      = Gaya pembebanan (kg)
10        = Waktu pembebanan (detik)
7. Sama dengan metode Brinell, karena pengukuran dilakukan dengan cara manual, maka memberi peluang untuk terjadinya kesalahan ukur. Kesalahan itu dimungkinkan terutama pada saat pemfokusan obyek pada layar, peletakan alat ukur pada obyek dan pembacaan pengukurannya.
3.2.3   Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers yang masih menggunakan pengukuran manual, dengan metode Rockwell nilai kekerasan langsung dapat dibaca pada skala yang terdapat pada mesin. Dengan metode ini nilai kekerasan spesimen langsung dapat dibaca dari skala yang terdapat pada mesin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut:
1)        Spesimen harus memenuhi persyaratan :
-            Rata dan halus.
-            Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horisontal.

Metode Rockwell mempunyai beberapa skala pengukuran, dimana pemakaiannya tergantung pada kombinasi jenis indentor dan beban utama yang digunakan. Ada tiga jenis indentor dengan tiga jenis beban utama, sehingga terdapat sembilan kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada (gambar 3.5) Sedangkan jenis skala dan kombinasi jenis indentor dengan beban utama ditunjukkan pada (tabel 3.2).

             Tabel 3.2. Jenis –jenis skala pada pengujian kekerasan Rockwell
Skala Rockwell
Indentor
Beban
(kg)
Satuan
C
Kerucut Intan (DP)
150
RC
D
Kerucut Intan (DP)
100
RD
A
Kerucut Intan (DP)
60
RA
G
bola 1/16 “
150
RG
B
bola 1/16 “
100
RB
F
bola 1/16 “
60
RF
K
bola 1/8“
150
RK
E
bola 1/8“
100
RE
H
bola 1/8“
60
RH

3)   Pada pelaksanaan metode ini, mula-mula spesimen diberi indentasi awal dengan beban minor 10 kg, setelah itu baru diberi beban utama (60 kg, 100 kg atau 150 kg) selama 10 – 30 detik.
4)   Setelah spesimen dibebaskan dari kedua beban tersebut maka jarum skala akan menunjukkan berapa nilai kekerasan dari spesimen tersebut.
5)   Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 73 Rc, dimana 73 nilai kekerasannya, sedangkan  Rc adalah skala yang digunakan

6)   Selain tergantung kombinasi jenis indentor dan jenis beban, maka pemakaian skala dalam Rockwell juga tergantung pada jenis material yang akan diuji. Sebagai contoh, Rockwell B untuk logam secara umum, Rockwell C untuk logam yang keras dan Rockwell A untuk logam yang sangat keras. Kesalahan pemakaian kombinasi indentor dan beban dengan jenis material yang diuji akan menyebabkan tidak akuratnya hasil pengujian.

3.3    Alat
a)  Mesin uji kekerasan
b)  Satu set indentor uji kekerasan
c)    Hand grinding
d)   Stopwatch
e)    Obeng
f)     Kertas gosok dengan grid 60 dan  120
g)   Tissue
         
 3.4 Bahan
  a)    Spesimen kekerasan aluminium
  b)   Spesimen kekerasan stainless steel
  c)    Spesimen kekerasan baja (HSS)

3.5  Prosedur Keselamatan
Sebelum praktikum pengujian bahan dilaksanakan, mahasiswa harus meyakinkan dahulu telah               melengkapi diri dengan APD (Alat Pelindung Diri) sebagai berikut:
1.    Pakaian dan celana bengkel
2.    Safety shoes

3.6  Langkah Kerja
1.    Meratakan dan menghaluskan spesimen
Ø Mengambil kertas gosok paling kasar (grid 60) yang telah digunting sesuai bentuk piringan hand grinder dan dipasang pada hand grinder.
Ø Menyalakan motor hand grinder, kemudian membuka katup sehingga air mengalir pada kertas gosok yang berputar pada hand grinder.
Ø Mengambil spesimen, ditelungkupkan dengan sedikit tekanan di atas kertas gosok tersebut dan ditahan + 2 menit.
Ø Mengangkat spesimen dan mengamati permukaan yang digosok. Apabila masih ada goresan yang tidak searah dengan orientasi gosokan, digosok lagi sampai tidak ada lagi goresan yang tidak searah.
Ø Apabila goresan sudah searah, mematikan motor dan aliran air, kemudian mengganti kertas gosok dengan grid yang lebih halus yaitu 120 dan digosok lagi seperti langkah sebelumnya.
Ø Apabila proses grinding telah selesai, mematikan motor dan aliran air hand grinder  serta mencuci spesimen dengan air dan dikeringkan dengan tissue.
2.    Pengujian kekerasan dengan metode Vickers
Ø Mengatur handle pada posisi Vickers.
Ø Mengambil indentor untuk Vickers dan memasang indentor pada tempatnya dengan menggunakan obeng.
Ø Menekan pen beban sebesar 30 kg dan kemudian dicatat pada lembar kerja.
Ø Meletakkan spesimen pada anvile dan mengatur tepat pada titik penetrasi.
Ø Menggeser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk penetrasi.
Ø Memutar handwheel dengan tangan kiri sehingga permukaan spesimen tepat menyentuh ujung indentor.
Ø Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan melepaskan handle
beban.
Ø Setelah 15 detik, menarik handle beban dan mengunci pada tempatnya.
Ø Menyalakan lampu dan mengatur posisi spesimen serta fokus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
Ø Mengukur diagonal indentasi pada posisi datar dan tegak serta menghitung rata-ratanya. Setelah itu mencatat pada lembar kerja.
Ø Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
Ø Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada tempatnya
3.      Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell C
Ø Mengatur handle pada posisi Rockwell.
Ø Mengambil indentor untuk Rockwell C (kerucut intan (DP)), dan memasang indentor pada tempatnya dengan obeng.
Ø Menekan pen beban  150 kg, kemudian mencatat pada lembar kerja.
Ø Meletakkan spesimen pada anvile dan mengatur tepat pada titik penetrasi.
Ø Memutar handwheel sehingga permukaan spesimen menyentuh ujung indentor dan melanjutkan memutar handwheel untuk pembebanan minor hingga jarum kecil menunjuk angka 3.
Ø Mengatur skala Rockwell C pada mesin uji hardness sehingga jarum penunjuk tepat pada angka nol.
Ø Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan melepaskan handle beban.
Ø Setelah 15 detik, menarik handle beban dan mengunci pada tempatnya.
Ø Mencatat pada lembar kerja nilai kekerasan yang ditunjukkan jarum.
Ø Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
Ø Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada tempatnya.
4.      Pengujian kekerasan dengan metode Brinell
Ø Mengatur handle pada posisi Brinell
Ø Mengambil indentor untuk Brinell yang ukuran diameternya 2,5 mm, mencatat diameternya pada lembar kerja.
Ø Memasang indentor pada tempatnya dengan menggunakan obeng.
Ø Menentukan pemakaian beban (P) dan diameter indentor (D) harus memenuhi syarat perbandingan.
         P/D2                      = 5 (untuk aluminium), dengan D = 2,5 mm
         P/(2,5)2            = 5
         P/(6,25)           = 5
         P                      = 31,25 kg.
Ø Menekan pen beban 31,25 kg
Ø Meletakkan spesimen pada anville dan mengatur tepat pada titik penetrasi.
Ø Menggeser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk  penetrasi.
Ø Memutar handwheel dengan tangan kiri sehingga permukaan spesimen tepat menyentuh ujung indentor.
Ø Mengambil stopwatch dengan tangan kiri dan menyalakan ketika tangan kanan melepaskan handle beban.
Ø Setelah 15 detik, menarik handle beban dan mengunci pada tempatnya.
Ø Menyalakan lampu dan mengatur posisi spesimen serta fokus lensa sehingga bekas indentasi tampak pada layar.
Ø Mengukur diameter indentasi pada posisi datar dan tegak serta menghitung rata - ratanya, mencatat pada lembar kerja.
Ø Mengulangi lagi untuk titik kedua dan ketiga.
Ø Apabila sudah selesai, melepas kembali indentor dan meletakkan pada tempatnya.
 
3.8 Kesimpulan
1.      Brinell
Hasil pengujian dengan metode brinell lebih mudah diamati karena bekas indentasinya cukup besar. Namun metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan metode vickers, sebab metode ini membutuhkan perhitungan terlebih dahulu untuk menentukan beban  yang digunakan. Pengujian secara manual mengakibatkan penguji harus lebih teliti dalam membaca hasil pengamatan.
2.      Rockwell
Hasil pengujian metode rockwell merupakan pengujian yang paling mudah diamati, karena penguji cukup membaca skala pada mesin untuk mendapatkan nilai kekerasan. Tetapi jika terjadi kesalahan dalam mengkombinasikan beban dan indentor, maka hasil pengujian pun salah.
3.      Vickers
Pengujian dengan metode vickers sama mudahnya dengan metode brinell tetapi waktu yang dibutuhkan lebih cepat karena tidak ada penentuan beban terlebih dahulu. Bekas indentasi yang relatif kecil menuntut penguji lebih teliti dalam membaca hasil pengujian.
4.      Dari data yang diperoleh rata-rata nilai kekerasan setelah dikonversikan dari hasil pengujian material aluminium dengan metode brinell sebesar 65,08 DPH, material stainless steel dengan metode vickers sebesar 200,949 DPH dan material baja (HSS) dengan metode Rockwell C sebesar 1008,903 DPH. Jadi, material yang mempunyai nilai kekerasan paling tinggi adalah material baja (HSS).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar